assalamualaikum...

PERMEN=UANG
“Huh, sebel! Lain kali kalo belanja di sini aku bayar pake permen aja deh!” ujar salah seorang temen saya dengan mukanya yang asem pas abis belanja di Gading Mas.


Saya cuman nyengir, “Hehe…pasti kembaliannya dibayar pake permen?”

Sebenernya kejadian yang dialami temen saya itu masih mending kok, soalnya Swalayan Gading Mas yang ada di Jalan Kaliurang itu ngasih permen untuk mengganti kembalian senilai Rp50. Walaupun emang sih…permen ya nggak bisa disamakan dengan uang, kita kan lagi transaksi jual beli dengan uang sebagai alat tukar, bukan permen. Tapi saya sendiri bisa ngasih excuse dengan alasan mungkin pecahan Rp50 udah jarang ditemukan.

Nah, saya pernah kesel sama Indomaret di deket rumah saya. Pasalnya, kasir di sana HAMPIR SELALU membuat anggapan uang Rp100 = sebuah permen (tentunya mereka milih permen yang harganya paling murah, tentunya di bawah Rp100). Menurut saya, uang pecahan Rp100 itu masih melimpah di bumi Indonesia, kenapa juga diganti permen? Dan mereka nggak main-main dalam ambil keuntungan. Misalnya seharusnya uang kembalian yang saya terima adalah Rp800. Maka dengan liciknya (bukan suudzan, tapi ini hasil analisis perilaku penjual. Hehe…) mereka memberikan uang pecahan Rp500 + 3 biji permen. Omaigat! Apa-apaan ini?

Terkadang saya nggak mau berantem dan ambil pusing. Mencoba lapang dada dengan kelakuan penjual yang nggak menyenangkan itu, kalo kejadiannya hanya 1 permen. Nah, pas 3 permen itu, saya pikir udah kebangetan banget padahal di lacinya ada uang Rp100 kok... Kalaupun misalnya nggak ada uang dan ia terpaksa mengganti dengan permen, kalo ngikutin prinsip syariah yang benar, harusnya penjual minta persetujuan dulu kepada konsumen, apakah keberatan jika uang kembalian Rp100 diganti dengan sebuah permen. Jangan semena-mena gitu. Lagian nggak semua orang doyan permen, seringkali permen dari hasil kembalian seperti itu malah jadi sia-sia.

Nah ketika mendapat kembalian dengan uang pecahan Rp500 + 3 biji permen, saya langsung protes baik-baik sama Mbak Kasir (dapet bonus senyum pula dari saya, hehe...).
“Mbak, lain kali kalo ngasih kembalian pakai uang aja ya, jangan pake permen.”
“Oh...kan ini udah mau lebaran, Mbak. Nggak ada receh.”

GUBRAK!
Saya mikir-mikir apa korelasi antara lebaran dan uang receh. Huh...padahal dulu-dulu saya belanja di situ juga dikasih kembaliannya permen, padahal bukan mau lebaran. Whatever!
Saran saya, buat Anda yang berjualan, jangan deh ngambil keuntungan pakai kamuflase permen sebagai pengganti uang kembalian. Btw, praktek kayak gitu emang bisa lumayan menguntungkan secara materi. Kalo harga satuan permen misalnya Rp50, berarti penjual itu dapet margin keuntungan sebesar Rp50 dari tiap kali mengganti uang Rp100 dengan sebuah permen. Kalo sehari ada seribu konsumen yang diperlakukan seperti itu, berarti hasilnya Rp50 x 1000 = Rp50.000. Asumsi sebulan ada 30 hari. Berarti 30 x Rp50.000 = Rp150.000.
Coba bayangkan kalau pelakunya adalah swalayan besar yang transaksinya banyak banget (yang counter kasirnya aja sampe lebih dari sepuluh, misalnya...) .

Walaupun menguntungkan, tapi caranya nggak sportif. Mendapat keuntungan tanpa pengorbanan apapun. Dan tentunya merugikan konsumen tentunya (Kayak zero-sum game).
http://nulisaja. multiply. com/journal/ item/215/ PERMEN_UANG

_

0 komentar: